Minggu, 15 April 2012

Asas-asas untuk menentukan kewarganegaraan



1. Segi Kelahiran
Pada umumnya penentuan kewarganegaraan dilihat dari segi kelahiran seseorang. Seperti yang disebut diatas,ada dua macam asas kewarganegaran berdasarkan kelahiran, yaitu ius soli dan ius sanguinis. Kedua istilah ini berasal dari bahasa latin. Ius berarti hukum, dalil, atau pedoman. Sedangkan soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah. Dengan demikian, ius soli berarti pedoman yang berdasarkan tempat atau daerah. Dalam kaitan dengan asas kewarganegaraan ini, ius soli berarti kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya. Sementara itu sanguinis berasal dari kata sanguisyang berarti darah. Dengan demikian, ius sanguinis berarti pedoman yang berdasarkan darah atau keturunan. Dalam kaitannya dengan asas kewarganegaraan ini, ius sanguinisberarti kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunannya atau orangtuanya[2].
Dalam praktik setiap Negara pada umumnya penggunaan asas ini dipergunakan secara simultan. Bedanya, ada Negara yang lebih menitikberatkan pada penggunaan ius sanguinis, dengan ius soli sebagai kekecualian. Sebaliknya, adapula Negara yang lebih menitikberatkan pada penggunaan ius soli, dengan ius sanguinis sebagai kekecualian. Penggunaan kedua asas ini secara simultan mempunyai tujuan agar status apatride atau tanpa kewarganegaraan (stateless) dapat terhindari[3]. Sebaliknya, karena pelbagai Negara menganut asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran yang berbeda-beda, dapat menimbulkan masalahbipatride atau dwi-kewarganegaraan bahkan multipatride. Contoh terjadinya bipatride karena asas berdasarkan kelahiran sebagai berikut, Negara A menganut asas ius sanguinis, sedangkan Negara B menganut asas ius soli. Maka setiap orang yang lahir di Negara B dari orangtua yang berkewarganegaraan A, akan mempunyai status baik sebagai warganegara B maupun warganegara A. ia memperoleh status warganegara A, karena ia keturunan warga Negara A. ia pun memperoleh status warga Negara B, karena ia lahir dinegara B.
2. Segi Perkawinan
Disamping dari sudut kelahiran, hukum kewarganegaraan juga mengenal dua asas yang erat kaitannya dengan masalah perkawinan, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat. Suatu perkawinan dapat menyebabkan terjadinya perubahan status kewarganegaraan seseorang.
Asas kesatuan hukum bertolak dari hakikat suami-istri ataupun ikatan dalam keluarga. Keluarga merupakan inti masyarakat. Masyarakat akan sejahtera apabila didukung oleh keluarga-keluarga yang sehat dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat suatu keluarga ataupun suami- istri yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat. Perlu adanya suatu kesatuan yang bulat. Guna mendukung terciptanya kesatuan dalam keluarga, para anggota keluarga harus tunduk pada hukum yang sama[4]. Kesatuan hukum yang sama ini mempermudah dalam permasalahan-permasalahan hukum seperti keperdataan, yaitu pengaturan harta kekayaan,status anak, dan lain-lain. Dengan kata lain, hal ini akan sangat mendukung terciptanya keharmonisan dan kesejahteraan dalam keluarga.
Selain asas ini adapula asas persamaan derajat yaitu bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan berubahnya status kewarganegaraan masing-masing pihak. Baik pihak suami maupun pihak istri tetap berkewarganegaraan asal. Kewarganegaraan mereka masing-masing tetap sama seperti sebelum perkawinan berlangsung[5]. Asas ini muncul akibat adanya emansipasi wanita yang mempersamakan derajatnya dengan laki-laki. Asas ini apabila dilihat dari aspek kepentingan nasional berguna untuk menghindari terjadinya penyelundupan hukum.
Seperti halnya penggunaan dua asas kewarganegaraan dari segi kelahiran, penggunaan asas kesatuan hukum dan persamaan derajat yang berlainan dapat menimbulkan status bipatride dan apatride juga.
Seperti yang telah diuraikan diatas, asas-asas dalam hukum kewarganegaraan baik dalam segi kelahiran maupun segi perkawinan semata-mata bertujuan untuk menentukan siapa yang menjadi warga Negara suatu Negara tanpa terjadinya apathride maupun Bipathridewalau hal ini pasti akan terjadi karena perbedaan politik hukum kewarganegaraan setiap Negara tidak mungkin ada yang sama. Baik apatride maupun Bipatride merupakan hal yang tidak diinginkan oleh setiap Negara. Dengan apatride seseorang tidak akan mendapatkan kejelasan status hukum, sehingga ia tidak mempunyai kejelasan perlindungan hukum. Sedangkan apabila seseorang bipatride ada dua status hukum yang berlaku terhadap orang itu sehingga ada tumpang tindih hak dan kewajiban antara Negara yang satu dengan yang lainnya maupun hak dan kewajiban orang tersebut terhadap negaranya. Namun dalam perkembangan kewarganegaraan ganda (bipatride) ini mengalami pelunakan dengan alasan memberikan perlindungan terhadap orang tersebut yang berkaitan dengan hak asasinya. Perlunakan ini dapat diberikan terhadap anak-anak yang belum dewasa karena membutuhkan perlindungan yang lebih dari suatu Negara. Hal ini berkaitan dengan status anak tersebut terkait dengan orang tuanya yang terikat didalam suatu keluarga yang merupakan suatu kesatuan,sehingga tercapainya kesatuan hukum dalam keluarga termasuk juga status hukum anak tersebut.
http://regafelix.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar