Selasa, 10 April 2012

Otonomi Daerah, Permasalahan-permasalahan yang dihadapi Penyelenggara Otonomi Daerah


PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(UU Nomor 32 Tahun 2004)
definisi otonomi daerah sebagai berikut: “Otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurussendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai denganperaturan perundang-
undangan.”
 UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut:
“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusanpemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiriberdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

DASAR HUKUM OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni :
Undang Undang Dasar
Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakanlandasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUDmenyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Keduatahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkanpermasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diaturlebih lanjut oleh undang-undang


Pasal 21
 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak :
1.      mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya,
2.      memilih pimpinan daerah
3.      mengelola aparatur daerah
4.      mengelola kekayaan daerah
5.      memungut pajak daerah dan retribusi daerah
6.      mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber dayalainnya yang berada di daerah
7.      mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah, dan
8.      mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 22
 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban:
1.      melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional,serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2.      meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
3.      mengembangkan kehidupan demokrasi
4.      mewujudkan keadilan dan pemerataan
5.      meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
6.      menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
7.      menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
8.      mengembangkan sistem jaminan sosial
9.      menyusun perencanaan dan tata ruang daerah
10.  mengembangkan sumber daya produktif di daerah
11.  melestarikan lingkungan hidup
12.  mengelola administrasi kependudukan
13.  melestarikan nilai sosial budaya
14.  membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengankewenangannya, dan
15.  kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF OTONOMI DAERAH
 Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga pariwisataDengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akanlebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cinderung lebih menegetikeadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya daripadapemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang dicanangkanpemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian penduduk disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi sagu, maka pemeritah disana hanyamempergunakan dana beras meskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi, danmakanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu, denga system otonomi daerahpemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saatitu, yanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat.

Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapatmenimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karenamemang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.

Permasalahan yang dihadapi dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Permasalahan-permasalahan mendasar yang dihadapi dalam penyelenggaraan otonomi daerah antara lain sebagai berikut :
1.    Penyelenggaraan otonomi daerah oleh pemerintah pusat selama ini cenderung tidak di anggap sebagai amanat konstitusi, sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat.
2.    Kuatnya kebijakan sentralisasi membuat semakin tingginya ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris mematikan kreativitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintah di daerah.
3.    Adanya kesenjangan yang lebar antara daerah dan pusat dan antar daerah sendiri dalam kepemilikan sumber daya alam, sumber daya budaya, infrastruktur ekonomi dan tingkat kualitas sumber daya manusia.
4.    Adanya kepentingan melekat pada berbagai pihak yang menghambat penyelenggaraan otonomi daerah.
Otonomi daerah yang sarat mengandung nilai pelimpahan wewenang bukan  hanya berarti pelimpahan wewenang pengurusan sesuai dengan masyarakat setempat, namun juga berarti bahwa adanya suatu sinergi yang erat antar organisasi atau pemerintahn yang bersangkutan dengan lingkungan eksternalnya secara sinergis.

Penggambaran permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah dalam
Media cetak
Penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan UU No 22 Tahun 1999 banyak menghadapi
permasalahan.Secara umum, permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam penyelengaraan otonomi
daerah meliputi:
 (1) penataan kewenangan,
 (2) penataan kelembagaan daerah,
 (3) .penataan sumber daya
aparatur daerah,
 (4) pengelolaan sumbersumber keuangan daerah,
 (5) pengelolaan hubungan. Pemerintah
Pusat dengan Pemerintah Daerah,
 (6) pengelolaan hubungan Kepala Daerah dengan DPRD, dan sebagainya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sudut pandang media cetak (Harian Umum
Kompas, Riau Pas dan Riau Mandiri),
dan mengetahui bagaimana faktor-faktor internal dan eksternal media
dalam mengkonstruksikan permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah, khususnya yang rnenyangkut:
·         1. pengelolaan keuangan daerah,
·         2. hubungan,
·         3.   hubungan Kepala Daerah dengan DPRD,
·         4. dan Hubzrngan
Pemerintah Pusat dengan Daerah, Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota, antar Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah dengan Masyarakat.Penelitian ini menggunakan teori Berger & Luckman tentang pembentukan realitas sosial (social reality),
teori sosiologi media oleh Reese & Shoemaker, dan konsepsi otonomi daerah menurut Cheema & Rondinelli, B.C. Smith dan Ryant Nugroho Dwijowijoto. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka otonomi daerah sesungguhnya merupakan realitas atau tepatnya menjadi realitas sosial karena keberadaannya tidak lagi menjadi milik pribadi, tetapi kemudian berubah menjadi milik masyarakat melalui proses eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Selanjutnya, penggambaran permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah telah mendapat perhatian khusus dari media massa sehingga makna yang
terbentuk bersifat simbolis, tergantung pada siapa yang menafsirkannya. Hal ini disebabkan karena konstruksi media dipengaruhi oleh banyak faktor balk internal maupun eksternal,
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis, sedangkan metodenya adalah kualitatif, dengan metode analisis framing dari William A. Gamson dan Andre Modigliani. Adapun metode pengolahan dan analisis datanya menggunakan Metode Norman Fairclough yang menekankan pada 3 (tiga) Ievel analisis, yakni :
1.      pada level teks (text),
2.      wacana media (media discourse practice),
3.      dan wacana sosialbudaya (sociocultural discourse practice).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa framing media berbeda-beda (positif, proporsional, dan negative) tergantung pada faktor-faktor yang melingkupinya. Oleh karena itu, dapat dimengerti jika ketiga media cetak tersebut mengkonstruksi permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah secara berbeda-beda Harian Umum Kompas mengkonstruksikan permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 secara proporsional. Yang dimaksud proporsional disini adalah sudut pandang. Isikap yang
ditunjukkan mengarah pada dua hal, positif dan negatif Harlan Umum Riau Pos memberikan penilaian proporsional pada permasalahan pengelolaan keuangan daerah. Namun demikian, Riau Pos lebih banyak memberikan penilaian negatif terhadap permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah, terutama pada permasalahan hubungan kepala daerah dengan DPRD dan Hubungan Pemerintah Pusat . dengan Daerah, antar Daerah dan Pemerintah Daerah dengan Masyarakat Daerah. Sementara itu, Harlan Umum Riau
Mandiri memberikan penilaian negatif pada ketiga permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah tersebut di atas. Bagi Riau Mandiri, penyelenggaraan otonomi daerah masih jauh dari harapan. Konstruksi media cetak yang bersifat positif, proporsionallnetral, dan negatif tersebut tentu tidak terjadi secara kebetulan, tetapi pasti dipengaruhi oleh faktor-faktor baik faktor internal maupun eksternal medialteks. Faktor internal Kompas : ideologi (amanat hati nurani rakyat), organisasi media (koran nasional); Riau Pos : ideologi (bangun negeri bijakkan bangsa), pekerja media (sikap wartawan mencari keberimbangan narasumber), organisasi media (Grup Jawa Pos); dan Riau Mandiri: ideologi (kebebasansuara hati masyarakat Riau), pekerja media (wartawan yang berusia muda dan berani). Faktor eksternal yang mempengaruhi, Kompas: kepemilikan modal, letak geografis di Ibukota Negara dan kedekatannya dengan pejabat Pusat; Riau Pos: kedekatan dengan pejabat pemerintahan di Riau dan "psikologi" sebagai sebuah usaha kelompok, dan Riau Mandiri: kepemimpinan (Basrizal Kota) dan pemanfaatan momentum reformasi. 
Dari uraian tersebut kemudian direkomendasikan hal-hat sebagai berikut:
 (1) Perlunya membangun kesadaran dan pemahaman bahwa media massa merupakan faktor penting dalam penyelenggaraan otonomi
daerah, karena itu instansi penyelenggara kebijakan otonomi daerah (Departemen Dalam NegeriIDDN, Departemen Keuangan/DEPKEU, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara/MENPAN, Badan Kepegawaian Negara/BKN, Lembaga Administrasi Negara/LAN, Pemerintah Provinsi, KabupatenfKota) hendaknya bersedia menjadikan media massa sebagai "partner" dalam mensukseskan implementasi kebijakan otonomi daerah, 
(2) Perlunya menciptakan pemahaman bahwa penggambaran permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah oleh media cetak sesungguhnya tidak terjadi secara kebetulan, tetapi merupakan hasil tarik-menarik berbagai kepentingan yang melingkupinya. Konstruksi media massa dipengaruhi oleh berbagai faktor, balk faktor internal (ideologi media, pekerja media, dan organisasi media), maupun eksternal (kepemilikan modal/ownership dan kondisi sosial budaya), dan 
(3) Perlunya berpikir positif (positive thinking) terhadap segala sesuatu yang dikonstruksikan oleh media massa, apakah konstruksi yang bersifat positif, proporsionallnetral maupun negatif, karena semua itu dapat dijadikan bahan monitoring dan evaluasi bagi berhasil atau tidaknya penyelenggaraan otonomi daerah.

DAFTAR PUSTAKA :
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=91488&lokasi=lokal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar